Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 216)
Demikian yang dialami pulan (37 th), ia telah menikah, dan mempunyai beberapa orang anak. Ia suka lalai, sering berbuat dosa besar, sering meninggalkan sholat. Penyebabnya, tidak lain karena ia bergaul akrab dengan ahlu maksiat dan para dukun. Tanpa ia sadari, syaitan setia menemaninya dalam banyak kesempatan.
Ia mengisahkan tentang Riwayat hidupnya: “saya memiliki anak laki-laki berusia 7 tahun, Bernama Marwan. Ia bisu dan tuli. Ia didik ibunya, perempuan shalihah dan kuat imannya. Suatu hari setelah adzan magrib aku berada di rumah Bersama anakku, Marwan. Saat aku sedang berencana di mana berkumpul Bersama teman-teman nanti malam, tiba-tiba aku di kejutkan oleh anakku. Marwna mengajakku berbicara Bahasa isyarat yang artinya, “mengapa engkau tidak sholat wahai abi?”
Kemudian ia menunjukkan tangannya ke atas, artinya ia mengatakan bahwa
“Allah yang di langit melihatmu.”
Terkadang, anakku melihatku sambil berbuat dosa, maka aku kagum kepadanya yang menakuti-menakutiku dengan ancaman Allah SWT. Anakku lalu menangis di depanku, maka aku berusaha untuk merangkulnya, tapi ia lari dariku. Tak berapa lama, ia pergi ke kamar mandi untuk untuk berwudhu, meskipun belum sempurna wudhunya, tapi ia belajar dari ibunya yang juga hafal Al-Qur’an. Ia selalu menasehatiku tapi belum juga membawa faidah. Kemudian Marwan yang bisu dan tuli itu masuk lagi menemuiku dan memberi isyarat agar aku menunggu sebentar, lalu ia sholat magrib di hadapanku. Setelah selesai, ia bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur’an, membukanya dengan cepat dan menunjukkan jarinya kesebuah ayat :
“Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Allah yang maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaithan” (QS. Maryam : 45)
Kemudian ia menangis dengan kerasnya. Aku pun ikut menangis bersamanya. Anakku ini yang mengusap air mataku. Kemudian ia mencium kepala dan tanganku, setelah itu berbicara kepadaku dengan Bahasa isyarat yang artinya :
“shalatlah wahai ayahku sebelum ayah ditanam dalam kubur dan sebelum datangnya adzab!”
“demi Allah, saat itu aku merasakan suatu ketakutan yang luar biasa. Segera ku nyalakan semua lampu rumah, Marwan mengikutiku dari ruangan satu ke ruangan yang lain sambil memperhatikanku dengan aneh. Kemudian, ia berkata kepadaku dengan Bahasa isyarat :
“tinggalkanlah urusan lampu, mari kita ke masjid besar (Masjid Nabawi).”
Ku katakan padanya, “biar kita ke masjid dekat rumah saja.” Tetapi Marwan bersikeras memintaku mengantarkannya ke masjid Nabawi. Akhirnya la, kamipun berangkat ke masjid Nabawi dalam keadaan takut. Marwan selalu memandangku. kami masuk menuju raudhah yang ramai akan manusia. Saat sholat isya imam masjid membacakan firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur : 21)
Ku tak kuat menahan tangis. Marwan yang berada di sampingkupun menangis. Saat shalat ia mengeluarkan tissue dari saku ku dan mengusap air mataku. Tangisku tak henti hingga akhir shalatku, seraya Marwan mengisyaratkan
Ku : “sudahlah wahai abi!” rupanya ia cemas karena kerasnya tangisanku. Kukatakan padanya : “kamu jangan cemas.” Akhirnya, kami pulang ke rumah malam itu begitu istimewa, karena aku merasa terlahir Kembali ke dunia.
Lalu keluargaku menemuiku dan menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Marwan berkata : “tadi abi pergi shalat ke masjid Nabawi”.
Lalu ceritakan apa yang telah terjadi antara aku dan Marwan. Kukatakan pada istriku :
“ saya bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah SWT, apakah kamu yang mengajarkannya untuk membuka mushaf Al-Qur’an dan menunjukkannya kepadaku?”
Ia bersumpah dengan nama Allah SWT sebanyak 3 kali bahwa ia tidak mengajarinya. Kemudian ia berkata :
“bersyukurlah kepada Allah SWT atas hidayah ini.”
Malam itu adalah malam yang terindah dalam hidupku. Sekarang, Alhamdulilah aku selalu shalat berjamaah di masjid dan telah meninggalkan teman-teman yang bermaksiat. Aku merasakan manisnya iman dan kebahagiaan hidup, suasana dalam rumah tangga harmonis penuh dengan cinta dan kasih sayang. Terkhusus cintaku pada Marwan yang penyebab hidayah.
Subhanallah, anak itu memantulkan cahaya Allah SWT padaku. Meski ia buta dan tuli, namun memiliki mata hati. Meski ia cacat di mataku, namun sempurna di hadapan Rabbku.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Al-Jatsiyat : 23)
Wallahu a’lam bi showab
Tag :